Rajawalikaltara.com dengan semangat baru, ingin menyajikan informasi-informasi lugas, terpercaya serta lebih akrab dengan masyarakat di wilayah Kaltara.
Pendidikan Inklusi, Pendidikan untuk Semua – Oleh W i l i a h, S. Pd.
RajawaliKaltara.com, Tarakan – Pendidikan inklusi memiliki sejarah yang dapat ditelusuri kembali ke negara-negara Skandinavia pada 1960-an, di mana konsep pengarus utamaan dan lingkungan yang paling tidak membatasi dipelajari dan kemudian diterapkan di Amerika Serikat. Tahapan historis pendidikan inklusidi Amerika Serikat meliputi tahapan segregasi dan marginalisasi, normalisasi, pengarusutamaan pendidikan, pendidikan inklusi yang ditandai dengan pelatihan bersama, dan sistem pendidikan inklusi komprehensif saat ini. Namun, penting untuk dicatat bahwa definisi kebutuhan pendidikan khusus dan tantangan pendidikan inklusi tetap kompleks dan ambigu. Dalam beberapa tahun terakhir, pendidikan inklusi telah diakui sebagai cara untuk memenuhi beragam kebutuhan siswa dan mengurangi pengucilan dalam pendidikan.
Pemerintah berkomitmen melindungi hak setiap anak untuk mendapatkan layanan dan mempercepat pencapaian wajib belajar sembilan tahun melalui pendidikan inklusi. Komitmen ini pertama kali tertuang dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 15. Hal ini disambut baik oleh Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional dengan menerbitkan Surat Edaran Nomor. 380/C.C6/MN/2003 Tahun 2003 berkaitan dengan pendidikan inklusi. Untuk mempercepat terwujudnya pendidikan inklusi di Indonesia, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusi. Penetapan kebijakan pendidikan ini merupakan cara yang digunakan pemerintah untuk mencapai tujuan pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar direncanakan untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memperoleh kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, budi pekerti, kecerdasan, etika luhur dan keterampilan yang keluarga, masyarakat, bangsa dan kebutuhan negara (UU Sistem Pendidikan Nasional, 2003). Dalam UUD 1945, Pasal 31 ayat 1 dan UU Bab IV, Pasal 5, Sistem Pendidikan Nasional 20 Tahun 2003 mengatur bahwa semua warga negara mempunyai hak yang sama atas pendidikan yang bermutu. Warga negara yang menyandang disabilitas fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak yang memiliki kelainan dan/atau kecerdasan dan bakat khusus juga berhak memperoleh kesempatan pendidikan seperti anak lainnya (normal).
Dalam hal ini, guru sebagai agen utama dalam proses pengajaran dituntut untuk mengembangkan keterampilan khusus dalam pengelolaan kelas karena adanya perbedaan yang signifikan antara kelas umum dengan kelas lainnya. Kelas mengintegrasikan diri dalam proses pembelajaran, mulai dari materi belajar mengajar. Tidak kalah pentingnya adalah memperhatikan sumber daya, metode pembelajaran, penilaian, pembelajaran dan pemahaman terhadap kepribadian siswa, khususnya anak ABK (anak berkebutuhan khusus) yang tentunya mempunyai kebutuhan lebih banyak dibandingkan anak non ABK dalam proses penerimaan materi pembelajaran. Perbedaan kebutuhan anak di kelas inklusi juga berdampak pada penyesuaian kurikulum, sarana dan prasarana pendidikan, pengaturan pengelolaan kelas, dan interaksi sosial antar anak di kelas. Pengelolaan pembelajaran inklusi bagi anak berkebutuhan khusus meliputi proses yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi untuk mencapai tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Penyelenggaraan pendidikan inklusi masih menghadapi berbagai macam tantangan dan hambatan. Guru, bahan ajar, dan manfaat keberagaman dilingkungan belajar seringkali diabaikan. Kurangnya sumber daya, kurangnya pelatihan pendidik, stigma sosial dan kebijakan pendidikan yang tidak memadai yang kemudian menjadi hambatan dalam mencapai pendidikan Inklusi secara umum. Dalam penerapannya guru cenderung tidak proaktif dan tidak ramah terhadap semua anak, sehingga menimbulkan keluhan dari orang tua dan tidak jarang anak yang berkebutuhan khusus menjadi bahan ejekan. Guru terkesan hanya mengajar satu siswa didalam kelas, padahal dikelas tersebut terdapat 20 – 30 siswa dengan kemampuan dan pengalaman belajar yang beragam, sehingga siswa hanya duduk diam mendengarkan guru tanpa melakukan apapun untuk meningkatkan pengalaman belajarnya, sehingga membuat siswa merasa frustasi. Ditambah lagi Adanya orang tua yang acuh tak acuh terhadap perkembangan anaknya, orang tua dengan kondisi ekonomi rata-rata hingga rendah,
Prinsip-prinsip pendidikan inklusi mencakup redistribusi pendidikan yang adil, pengakuan terhadap semua budaya, bahasa dan kemampuan, serta keterwakilan politik dalam pengambilan keputusan. Pendidikan inklusi mempertimbangkan gaya dan tingkat pembelajaran yang berbeda-beda dan menggunakan kurikulum, kerangka organisasi, strategi pengajaran, dan kemitraan masyarakat yang sesuai untuk memberikan kesempatan yang sama kepada semua peserta didik, terlepas dari kesulitan atau perbedaan mereka. Pendidikan inklusi didasarkan pada prinsip-prinsip moral kesetaraan, akses, keadilan dan kepedulian, dan dianggap sebagai hak mendasar bagi siswa dengan beragam kebutuhan. Elemen kunci dalam penerapan pedoman ini adalah komunikasi, yaitu komunikasi dua arah internal dan eksternal. Transparansi Program dan Pelayanan Pendidikan Inklusi dari sekolah ke kepala sekolah dan dari sekolah ke dunia pendidikan dalam rangka pemahaman kebijakan program. Komunikasi terjadi dalam bentuk komunikasi dengan orang-orang.
Pembelajaran yang terdiferensiasi, sebuah aspek kunci dari kurikulum merdeka, memungkinkan guru untuk menanggapi beragam kebutuhan dan minat siswa, sehingga menghasilkan hasil pembelajaran yang lebih baik. Selain itu, kurikulum merdeka mendorong pembelajaran lebih dalam melalui kegiatan proyek, memberikan kesempatan siswa untuk mengeksplorasi dan mendiskusikan masalah dunia nyata, dan membantu mengembangkan potensi dan karakter siswa. Manfaat penerapan kurikulum terpisah di sekolah inklusi mencakup pembelajaran yang beragam di seluruh kurikulum, konten yang optimal, dan lebih banyak waktu untuk eksplorasi konseptual dan penguatan keterampilan.
Pembelajaran yang terdiferensiasi, yang merupakan bagian dari kurikulum merdeka, memungkinkan pembelajaran yang dipersonalisasi berdasarkan minat dan kebutuhan siswa, sehingga menghasilkan peningkatan hasil belajar siswa. Namun, tantangan dalam menerapkan kurikulum unik di sekolah inklusi mencakup persiapan guru yang tidak memadai dan upaya untuk mengubah kurikulum dari pada mengambil pendekatan yang berpusat pada siswa yang masih mengandalkan metode pengajaran tradisional seperti ceramah. Tantangan-tantangan ini menghalangi penerapan efektif kurikulum Merdeka di sekolah inklusi dan melemahkan kemampuan sekolah dalam memberikan pengalaman belajar yang optimal bagi semua siswa.
Konsep pendidikan inklusi sejalan dengan prinsip kurikulum Merdeka, yang menekankan hak setiap anak atas layanan pendidikan yang layak dan mendorong inklusi sosial. Kurikulum Merdeka bertujuan untuk memberikan paradigma pendidikan yang lebih manusiawi dan inklusi sejalan dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusi. Kurikulum merdeka juga berfokus pada pengembangan kreativitas, karakter, dan jati diri siswa yang merupakan aspek penting dalam pendidikan inklusi. Selain itu, penekanan kurikulum pada pembelajaran yang berpusat pada siswa dan model pendidikan abad ke-21 konsisten dengan prinsip-prinsip pendidikan inklusi.