Rajawali Kaltara
Rajawalikaltara.com dengan semangat baru, ingin menyajikan informasi-informasi lugas, terpercaya serta lebih akrab dengan masyarakat Kaltara.

RDP Bersama Kementrian PPPA, Hasan Basri Pertegas Soal RUU KIA Dan Perlindungan Terhadap Perempuan

0 167
FB IMG 1674547340161
Hasan Basri Ketua Komite III DPD RI

 

Rajawalikaltara.com,JAKARTA – Komite III DPD RI melakukan rapat kerja dengan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga membahas realisasi Program Kerja Tahun 2022, rencana kerja Tahun 2023 dan pandangan pemerintah terhadap RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) yang berlangsung di Ruang Rapat Sriwijaya, Komplek MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta (31/01/23).

 

Ketua Komite III DPD RI Hasan Basri mengatakan Komite III DPD RI telah melakukan rapat dengar pendapat dengan beberapa narasumber untuk memberikan masukan terhadap RUU KIA ini.

 

“RUU ini harus dicermati secara serius mengingat banyak bidang lain yang terkait dengan kesejahteraan ibu dan anak seperti kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, kependudukan dan agama. Diperlukan pondasi politik hukum untuk meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak,” ujar Hasan Basri.

 

Anggota Komite III DPD RI Amang Syafrudin menilai tidak hanya membuat peraturan perundang-undangan saja, tetapi pemerintah perlu untuk memasukkan dalam kurikulum pendidikan tentang pelindungan ibu dan anak.

 

“Perlunya ditanamkan kepada generasi muda khususnya anak perempuan akan pentingnya melindungi diri sendiri dan penghormatan terhadap nilai diri, sehingga tercipta generasi mendatang yang lebih baik,” ujar senator asal Jawa Barat ini.

 

Anggota Komite III DPD RI asal Sumatera Selatan Arniza Nilawati menyoroti maraknya kasus penculikan anak dan tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan dan anak. Untuk itu, perlu dukungan dari seluruh pihak untuk mencari cara dan solusi agar tidak lagi terulang kasus-kasus yang sama.

“Ini sangat miris, marak kembali kasus penculikan anak, upaya apa yang lebih tajam, kuat dan mengikat yang dapat dilakukan oleh kita bersama-sama terhadap perlindungan ibu dan anak ini,” katanya.

 

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak RI, I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga menyampaikan pandangan pemerintah atas RUU ini, dimana diharapkan menjadi wujud akan cita-cita dan komitmen pemerintah dalam mengatur kesejahteraan ibu dan anak Indonesia secara komprehensif.

 

“Untuk itu, kami menyambut baik RUU usulan dari DPR RI. Kiranya dapat memenuhi tanggung jawab pemerintah pusat dan daerah atas pelaksanaan kesejahteraan ibu dan anak,” ujarnya.

 

Pemerintah berpandangan hal yang mendasari urgensi dari RUU KIA dilihat dari aspek filosofis, sosiologis dan yuridis, antara lain bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kesejahteraan ibu dan anak masih tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan dan belum mengakomodasi dinamika dan kebutuhan hukum masyarakat.

 

“Selama ini, pengaturan tentang ibu dan anak banyak terdapat secara parsial pada sejumlah peraturan perundang-undangan,” jelas Gusti Ayu.

 

Gusti Ayu menambahkan, dalam DIM Pemerintah telah ditambahkan 3 (tiga) asas dalam penyelenggaraan KIA, meliputi: kesetaraan gender, kepentingan terbaik bagi anak dan nondiskriminasi, sehingga total terdapat 12 (dua belas) asas.

 

“Adapun, konsep kesejahteraan ibu dan anak yang ingin dicapai pemerintah dalam pembentukan peraturan perundangan-undangan adalah mewujudkan rasa aman dan nyaman bagi ibu dan anak, mewujudkan kualitas hidup ibu dan anak yang lebih baik untuk mencapai kesejahteraan lahir dan batin, mewujudkan sumber daya manusia yang unggul, menjamin upaya penghormatan, pelindungan, pemenuhan, penegakan, dan pemajuan hak bagi ibu dan anak, pemenuhan kebutuhan dasar ibu dan anak serta melindungi dari tindak kekerasan, penelantaran, dan segala tindakan diskriminatif, serta pelanggaran hak asasi manusia.

 

Lebih lanjut Gusti Ayu menambahkan capaian indikator sasaran strategis dari Kementrian PPA pada tahun 2022 hampir seluruhnya mencapai target, beberapa indikatornya antara lain adalah indeks pembangunan gender, indeks pemberdayaan gender, indeks perlindungan anak, prevalensi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

 

“Persentase perempuan dan anak korban kekerasan yang mendapatkan layanan juga mencapai targer, dimana jumlah korban perempuan yang melapor sebanyak 2.338 orang dan yang mendapat layanan komprehensif sebanyak 2.159 orang,” tambahnya.

Comments
Loading...